Soran Bushi dan Sisi Fisis Determinisme Negeri Sakura

Raden Bimasakti A
5 min readSep 14, 2020

--

Negara Jepang. Photo by World of Wanderlust

Jepang merupakan salah satu negara yang berada di Asia Timur. Negara yang berhadapan langsung dengan Pasifik di sebelah timurnya ini memiliki 4 pulau utama dan ribuan pulau kecil di sekitarnya. Negara ini termasuk dalam jajaran negara maju dikarenakan PDB perkapita dan indeks pembangunan yang tinggi. Selain itu, negara ini terkenal dengan peradaban teknologi yang canggih dan modern. Walaupun dengan kecanggihannya, Jepang merupakan negara yang tetap menjunjung budaya tradisionalnya, salah satunya adalah kesenian Soran Bushi.

Kesenian Soran Bushi. Photo by Sakuramai Toronto on Flickr.com

Soran Bushi adalah kesenian rakyat yang cukup terkenal di Jepang. Kesenian ini berasal dari wilayah Hokkaido, salah satu pulau yang berada di utara Jepang. Kesenian Soran Bushi diiringi dengan tarian yang menggambarkan bentuk gelombang laut, nelayan menarik jala, menarik tali di bahu, dan lain sebagainya. Pada tarian tersebut biasanya diselingi dengan teriakan “Dokkoisho! Dokkoisho!” dan “Soran! Soran!”. Teriakan tersebut berfungsi untuk memberikan semangat untuk bekerja.

Penyuka kebudayaan Jepang (otaku atau weaboo) tentunya mengetahui tentang kesenian Soran Bushi. Kesenian ini terkadang dimasukkan dalam anime maupun kebudayaan populer Jepang lain. Contoh dari adanya kesenian tersebut adalah pada serial anime Kaguya-sama: Love is War musim kedua, episode 10. Pada salah satu bagian episode tersebut menceritakan ketika sang pemeran utama, Miyuki Shirogane sedang berlatih Soran Bushi bersama Chika Fujiwara. Selain itu, Soran Bushi ini juga pernah dinyanyikan oleh salah satu v-tuber dari agensi Hololive yaitu Amane Kanata. Amane Kanata menyanyikan lagu tersebut untuk agensi dan manajernya.

Soran Bushi dalam kebudayaan populer Jepang

Sejarah lagu ini tentunya dapat ditarik kurang lebih satu abad yang lalu. Hughes (2001) mengemukakan bahwa lagu ini awalnya dibawakan oleh nelayan sedang menangkap ikan herring Pasifik (Clupea pallasii) pada saat musim semi. Lagu menjelaskan tentang balada kehidupan seorang nelayan. Esashi, salah satu nelayan yang diwawancarai pihak NHK pada tahun 1980, menjelaskan tentang awal mula lagu tersebut dengan menceritakan kegiatannya menjadi seorang nelayan. Isi dari hasil wawancara tersebut kurang lebih adalah sebagai berikut

“Pada awal bulan Maret, saya bersama 25–30 nelayan lainnya mempersiapkan peralatan untuk menangkap ikan tersebut di pesisir. Pada akhir bulan Maret hingga awal bulan April, kami mulai menangkap ikan. Kami biasanya mulai menjaring ikan pada sore hari hingga malam hari. Di saat kami menjaring ikan, kami biasanya menyanyikan lagu Soran Bushi untuk memberi semangat ketika menarik jaring. Setelah ikan tersebut kami jaring, ikan tersebut akan kami bawa ke pesisir untuk diolah. Setelah mereka mengolah ikan tersebut, kami biasanya kembali ke rumah dan bekerja di sawah maupun di sektor lain.”

Ikan herring Pasifik (Clupea pallasii). Picture by Igor Kamenetski on Pinterest

Wawancara tersebut memberikan penjelasan tentang kondisi alam mengenai fenomena migrasi ikan herring Pasifik ke perairan Hokkaido. Motoda (1963) mengemukakan bahwa ikan herring Pasifik memiliki habitat yang di Laut Okhotsk hingga Laut Bering. Mereka biasanya akan bermigrasi ke perairan yang hangat di selatan untuk bertelur. Namun migrasi tersebut sulit dilakukan karena adanya arus hangat Tsushima yang kuat.

Arus yang berada di perairan Jepang dan sekitarnya. Picture by Kazuichi Hayakawa on Springer.com

Kondisi tersebut berubah ketika terjadi transisi dari musim dingin ke musim semi. Transisi musim dingin-semi ini adalah momen ketika terjadi pelemahan arus hangat Tsushima. Yi (1966) mengemukakan bahwa pada bulan Februari, kekuatan arus Tsushima berada di titik minimum, yaitu 0.19 Sv (1 Sv = 1x10⁶ m³/s ).

Pelemahan arus tersebut menjadi waktu yang tepat bagi ikan herring Pasifik untuk dapat bermigrasi ke selatan. Konda (1958) mengemukakan bahwa ikan tersebut bermigrasi ke Teluk Aniwa, di dekat Laut Okhotsk menuju ke perairan barat Hokkaido. Mereka biasanya akan berkumpul di sana selama musim semi. Setelah musim semi berakhir, mereka akan bermigrasi kembali ke utara (Laut Okhotsk) hingga musim semi mendatang. Momen berkumpulnya ikan herring Pasifik di perairan Hokkaido inilah yang dimanfaatkan nelayan untuk menangkap ikan. Saat nelayan melakukan aktivitasnya lahirlah seni Soran Bushi.

Peta persebaran ikan herring Pasifik. Photo by NMFS Office of Protected Resources

Berdasarkan hal tersebut, lagu ini memiliki menjelaskan makna fisis determinisme alam terhadap kehidupan manusia. Perubahan kondisi alam berupa musim membuat terjadinya fenomena alam yaitu berkumpulnya ikan herring Pasifik di perairan Hokkaido. Fenomena alam tersebut telah memengaruhi pola kehidupan masyarakat di sana. Mereka pun mulai bermigrasi ke wilayah pesisir untuk mengadu nasib dari fenomena tersebut. Pola kehidupan masyarakat setempat yang awalnya menjadi petani berubah menjadi nelayan. Perubahan pola kehidupan nelayan tersebut akhirnya menciptakan sebuah kebudayaan baru.

Negara Jepang sebagai negara yang canggih dengan teknologinya tentunya membuat masyarakat dunia berpikir. Mereka berpikir bahwa modernitas dan teknologi membuat negara tersebut akan meninggalkan budaya tradisionalnya. Mereka beranggapan bahwa negara Jepang akan memiliki pemahaman possibilistik dengan bantuan teknologinya.

Hal tersebut merupakan salah besar. Negara Jepang justru menggabungkan kebudayaan modern yang canggih dengan kebudayaan tradisionalnya. Pemahaman fisis determinisme masyarakat Jepang yang dibantu dengan teknologinya membuat negara tersebut menjadi unik. Soran Bushi adalah salah satu contoh kebudayaan Jepang yang tak lekang oleh zaman. Pertanyaan besarnya, bisakah hal tersebut dapat dilakukan oleh negara kita? Tentunya kesadaran diri sendirilah yang menjadi jawabannya.

Referensi

Hughes, D. W. (2001). ‘Soran Bushi’: The Many Lives of a Japanese Folk Song. CHIME: Journal of the European Foundation for Chinese Music Research, 14, 31–47.

Konda, H., et al. (1958). “Tagging Experiments of The Herring, Clupea palasii, on The Pacific Coast of Hokkaido, 1956 and 1957”. Journal of Hokkaido Fish, 75: 354, 62

Motoda, Shigeru, Yoshimi Hirano.(1963). “Review of Japanese Herring Investigations”. Rapp. Procés Verb. Cons. Intern. Expl. Mer, 154: 249, 262.

NHK, ed. (1980). Nihon min’yo taikan: Kyushu-hen (nanbu), Hokkaido-hen
[Conspecius of Japanese Folk Song: Kyushu (south), Hokkaido]
. Tokyo: Nihon Hoso Shuppan Kyokai.

Yi, Sok-U. (1966). “Seasonal and Secular Variations of The Water Volume Transport Across the Korea Strait”. Journal of the Oceanographical Society of Korea, 12: 7–13

--

--

Raden Bimasakti A
Raden Bimasakti A

Written by Raden Bimasakti A

Seorang no life yang suka hal random

No responses yet